Senin, 05 November 2012

Kenapa Orang Dayak Makan Manusia (Sebuah jawaban)




Suatu sore aku beserta salah satu kader pemberdayaan kampung Sirau berencana menemui petinggi kampung untuk membahas rancangan naskah RPJMDes. Pak Sulaiman nama kader itu. Dia merupakan salah satu dari dua kader yang paling bersemangat tinggi membangun kampung. Kebetulan letak kampung Sirau bersebalahan dengan kampung tempat aku tinggal hanya terpisah oleh satu kampung lain bernama kampung Lutan.
Sepanjang perjalanan dari kampung Datah Bilang menuju kampung Sirau, saya disuguhkan pemandangan alam yang cukup menarik. Jalan yang kami lewati masih berupa jalan tanah, lebih tepatnya jalan tanah lumpur. Kalau di jawa, saya menyebutnya tanah lempung. Perlu anda tahu tanah jenis ini cenderung empuk bahkan lembek jika dilewati. Terlebih saat hujan turun, hampir tak seorangpun yang berani melewatinya. Alas an cukup jelas, mereka takut terpeleset dan jatuh dari motor. Karena ketika hujan, tanah ini akan menjadi sangat licin. Kanan kiri jalan masih hutan liar. Ada beberapa petak yang sudah dimanfaatkan untuk bercocok tanam seperti tanaman padi. Aku sangat takjub dan menikmati perjalanan yang mendebarkan ini.

Sampai di tujuan kami singgah di suatu rumah yang letaknya paling ujung selatan dari batas kampung. Disana aku duduk ditemani dua orang yang berbeda suku. Satu berasal dari bone Sulawesi (entah Sulawesi mana saya belum tahu), dan yang satu lagi sepertinya dari suku dayak. Sementara, Pak Sulaiman pergi menjemput petinggi kampung. Sembari menunggu kedatangan pak Sulaiman dan petingginya, aku sempatkan menyulut sebatang rokok LA yang rasanya sedikit berbeda dengan yang ku nikmati di pulau jawa. Kami pun mengobrol sembari merokok. Begitulah lelaki, tak ada obrolan tanpa asap rokok. Aku mengawali obrolan bersama orang tua yang berasal dari Bone. Dia bercerita sudah berada di kampung itu semenjak tahun 2004. Nampaknya dia sendirian saja disana. Itu aku ketahui setelah dia menjawab pertanyaanku bahwa dia sudah berpisah dengan keluarganya (istrinya). Obrolan ku bersama orang Bone tak lama karena selang beberapa menit muncul dari dalam rumah seorang lelaki lain yang berasal dari suku Dayak. Entah siapa namanya. Aku lupa menanyakannya.
Sepertinya dia tertarik untuk ikut masuk dalam obrolan saat aku mengatakan bahwa aku berasal dari Jawa. Itu lantaran dia pernah menikah dengan perempuan Jawa, tepatnya Pati dan tinggal di sana cukup lama. Banyak cerita yang aku dapat dari lelaki itu, termasuk petualangannya ke beberapa pulau di Indonesia. Salah satu yang paling menarik perhatianku adalah cerita mengenai pulau Keramat yang berada tak jauh dari kampung Sirau. Pulau itu berada di tengah-tengah aliran sungai Mahakam.
Disamping cerita mengenai pulau keramat, ada satu cerita lagi yang cukup menarik perhatianku juga. Yaitu cerita latar belakang mengapa Orang Dayak disebut suka makan daging manusia dan minum darah. Entah benar atau tidak cerita itu aku tak tahu pasalnya lelaki itu juga mendapat cerita tersebut dari neneknya. Artinya, cerita mengenai orang Dayak ini sudah terjadi bertahun-tahun lalu dan kemudian orang-orang Dayak turun temurun mewariskan cerita tersebut kepada penerusnya. Terlepas  dari itu semua cerita ini tetap menarik untuk aku dengar dan aku tuliskan disini.
Dahulu kala, kampung-kampung yang ada di Kalimantan sudah terbagi-bagi dan memilik batas yang jelas. Ada beberapa kampung yang memiliki wilayah yang luas dan ada pula yang wilayahnya sempit. Perbedaan luas wilayah tersebut sering menimbulkan pertentangan antar kampung. Terkadang kampung yang memiliki wilayah sempit meminta pada kampung sebelah sedikit bagian dari batas kampung tersebut. Berkaitan dengan hal ini, ada beberapa kampung yang enggan membagi wilayahnya dengan kampung yang lain sehingga memunculkan permusuhan antar kampung. Atas dasar inilah sering terjadi peperangan antar kampung.
Peperangan yang terjadi antar kampung selalu membawa korban jiwa. Yang menarik dari peperangan ini adalah, sebelum salah satu kampung dinyatakan kalah, menyerah atau habis terbunuh semua, peperangan tidak akan pernah berhenti walau harus memakan waktu berhari-hari lamanya. Jika demikian mereka akan bertarung terus menerus sampai salah satu dari kubu yang berperang habis terbunuh.
Selain mengandalkan senjata tajam dalam peperangan, pemimpin-pemimpin perang juga mengandalkan kesaktiannya. Diantaranya adalah kesaktian dalam hal kekebalan tubuh dari segala macam jenis senjata. Hal inilah yang kemudian memaksa pertempuran berlangsung alot lantaran masing-masing kubu memiliki ilmu kanuragan yang sama yang kebal terhadap senjata apapun. Pertempuran yang alot tersebut tentu akan memakan waktu yang lama. Mereka akan berhenti sejenak ketika lelah dan melanjutkan lagi peperangan. Demikianlah peperangan itu berlanjut sampai salah satu kubu dinyatakan kalah. Lalu bagaimana jika mereka berperang sampai berhari-hari? Apakah mereka tidak kelaparan. Sebagai manusia biasa mereka juga merasa lapar meskipun saat berperang terutama jika sudah berlangsung berhari-hari. Karena persediaan makanan habis, apapun mereka makan termasuk daging manusia yang sudah tergeletak mati tak bernyawa dalam peperangan tersebut. Jika tak ada air, darah mereka minum. Begitulah hingga akhirnya orang Dayak dikenal sebagai pemakan manusia dan peminum darah.
Long Hubung, 25 Oktober 2012


0 Komentar:

Posting Komentar

Ads 468x60px

Social Icons

About Me

Foto Saya
Ali Mahfud, S.Pd., Gr.
Penulis adalah pengajar di salah satu SMPN di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur
Lihat profil lengkapku

About Me

Foto Saya
Ali Mahfud, S.Pd., Gr.
Penulis adalah pengajar di salah satu SMPN di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur
Lihat profil lengkapku

Followers

Featured Posts