Selasa, 09 Oktober 2012

Lebih baik diasingkan dari pada menyerah pada kemunafikan


sumber: soundcloud.com

Sepertinya, manusia semakin tak memahami hakekat tuhan menciptakan perbedaan dalam hidup. Banyak hal yang tuhan ciptakan dan uniknya tidak satupun yang memiliki kesamaan. Setidaknya itu yang saya pahami dari kehidupan ini. Akan tetapi keinginan untuk tetap bertahan hidup menepikan itu semua. Perbedaan-perbedaan yang tuhan ciptakan justru malah disamakan oleh manusia itu sendiri. Apakah itu yang benar-benar tuhan inginkan? Aku hampir-hampir tak percaya ketika dalam heningnya waktu aku seakan hidup sendiri ditengah hingar bingar kelakar manusia. Aku akui memang ada seorang wanita yang ku jadikan sebagai istri disampingku. Akan tetapi keseragaman hidup membuatku terasing dari bumi.
Aku bahkan tak tahu harus bicara dengan siapa, dengan apa, dan bagaimana soal keterasingan ini. Memilih menjadi
berbeda memang sebuah keunikan tersendiri saat ini. Setidaknya itu yang aku tahu dari apa yang diucapkan sang Nabi. Jika perbedaan adalah rahmat, mengapa manusia memilih seragam? Mengapa manusia memilih warna yang sama? Bentuk yang sama? Posisi yang sama? Dan keadaan yang sama? Inikah sebenarnya hidup?
Lebih baik diasingkan memang, dari pada hidup dalam keseragaman. Lebih baik diasingkan memang, dari pada hidup dalam kemunafikan. Hingar bingar kelakar manusia membuatku tak henti berpikir tentang hidup ini. Mungkin kesunyian memang teman terbaik bagi lelaki kurus seperti aku. Bersama kesunyian aku merasa ramai, bersama kesunyian aku merasa damai. Bersama kesunyian aku merasa hidupku benar-benar berarti. Aku merasa menjadi manusia seperti yang tuhan ciptakan. Manusia yang berbeda dan terus memilih jalan berbeda dari keseragaman bentuk dan warna hidup.
Bersama kesunyian pula aku merasa tuhan semakin dekat. Mendekap erat. Memeluk. Mencium otakku dan prinsip idealismeku. Hal ini tidak ku temukan diantara manusia-manusia munafik yang memilih jalan orang lain  sebagai jalannya, meski sebenarnya mereka tahu bukan itu yang mereka inginkan.
Tengok saja bumi ini. Tengoklah. Apa yang kalian lihat? Kalian tentu tidak mungkin mengenali satu sama lain. Bahkan diri kalian sendiri. Karena kalian bersikap sama. Satu jalan. Satu warna. Satu bentuk dan satu rupa. Bagaimana mungkin anda mampu bangkit dan menunjuk dengan jari siapa dia, siapa mereka, dan siapa diri anda sedang kalian sendiri hidup dengan jalan dan cara yang sama.
Memang, lebih baik hidup dalam keterasingan dari pada tunduk pada kemunafikan. Setidaknya itu yang diucapkan oleh manusia lain yang memiliki teman yang sama. Keterasingan.
Kutai Barat yang terasing, 3 Oktober 2012

0 Komentar:

Posting Komentar

Ads 468x60px

Social Icons

About Me

Foto Saya
Ali Mahfud, S.Pd., Gr.
Penulis adalah pengajar di salah satu SMPN di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur
Lihat profil lengkapku

About Me

Foto Saya
Ali Mahfud, S.Pd., Gr.
Penulis adalah pengajar di salah satu SMPN di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur
Lihat profil lengkapku

Followers

Featured Posts